21 October 2024

TPA di Indonesia Darurat: Krisis Pengelolaan Sampah yang Mengancam Lingkungan dan Kesehatan

Indonesia saat ini menghadapi situasi darurat terkait Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang semakin memprihatinkan. Pertumbuhan penduduk yang pesat dan konsumsi yang terus meningkat berbanding lurus dengan timbunan sampah yang dihasilkan. Sayangnya, banyak TPA di Indonesia sudah mencapai titik jenuh, tidak lagi mampu menampung sampah yang terus menumpuk. Krisis ini menimbulkan ancaman serius, baik bagi lingkungan maupun kesehatan masyarakat.

Kondisi TPA di Indonesia

Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dari total 2.700 TPA yang ada di Indonesia, hanya sekitar 10% yang menerapkan sistem pengelolaan sampah dengan metode sanitary landfill, yaitu metode yang lebih aman dan ramah lingkungan. Sisanya, sebagian besar TPA masih menggunakan metode open dumping, di mana sampah dibiarkan begitu saja tanpa ada pengelolaan yang memadai. Metode ini berpotensi mencemari tanah, air tanah, dan udara, serta memicu kebakaran yang menghasilkan gas metana, salah satu penyebab perubahan iklim.

Contoh nyata dari krisis ini adalah TPA Bantar Gebang di Bekasi, Jawa Barat, yang menampung sekitar 7.000 ton sampah setiap harinya dari DKI Jakarta. Meski menjadi salah satu TPA terbesar di Asia Tenggara, Bantar Gebang sudah berada di ambang batas kapasitasnya. Timbunan sampah yang menggunung tak hanya menghasilkan bau busuk, tetapi juga meningkatkan risiko longsor sampah yang berbahaya.

Dampak Lingkungan dan Kesehatan

TPA yang tidak dikelola dengan baik menyebabkan berbagai dampak negatif, seperti pencemaran air tanah oleh lindi (leachate), zat cair yang merembes dari timbunan sampah. Lindi ini mengandung zat-zat berbahaya yang dapat mencemari sumur warga sekitar dan mengancam kesehatan mereka. Selain itu, TPA yang tidak tertutup dengan benar menghasilkan gas metana, gas rumah kaca yang sangat berpotensi mempercepat pemanasan global.

Masalah lain yang sering terjadi di sekitar TPA adalah meningkatnya jumlah lalat, tikus, dan hama lainnya yang membawa berbagai penyakit. Banyak kasus di mana masyarakat yang tinggal di dekat TPA mengalami penyakit pernapasan, kulit, dan penyakit menular lainnya karena kontak langsung dengan sampah dan polusi udara.

Tindakan yang Perlu Diambil

Krisis ini membutuhkan perhatian serius dan langkah nyata dari pemerintah, swasta, serta masyarakat. Beberapa solusi yang bisa diambil antara lain:

  1. Perbaikan Infrastruktur TPA: Pemerintah perlu meningkatkan jumlah TPA yang menerapkan metode sanitary landfill dan menutup TPA open dumping secara bertahap. Teknologi pengelolaan sampah yang lebih modern, seperti waste-to-energy, juga perlu dipertimbangkan.

  2. Pengurangan Sampah di Sumber: Edukasi masyarakat tentang pentingnya mengurangi sampah di sumbernya, seperti mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, mendaur ulang, dan memisahkan sampah organik dan anorganik, sangat diperlukan untuk mengurangi beban TPA.

  3. Pengembangan Sistem Pengelolaan Sampah yang Terintegrasi: Pemerintah daerah perlu bekerja sama dengan swasta dan masyarakat dalam menciptakan sistem pengelolaan sampah yang lebih terintegrasi, seperti pengembangan bank sampah, komposting, dan daur ulang di tingkat rumah tangga dan komunitas.

  4. Penegakan Hukum: Penerapan regulasi terkait pengelolaan sampah, termasuk sanksi bagi pihak yang tidak mematuhi aturan, harus ditegakkan dengan tegas untuk mencegah praktik-praktik pembuangan sampah sembarangan yang memperburuk situasi.

Kesimpulan

TPA di Indonesia saat ini berada dalam situasi darurat yang membutuhkan perhatian segera. Krisis pengelolaan sampah ini tidak hanya menjadi ancaman bagi lingkungan, tetapi juga bagi kesehatan masyarakat. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sangat penting untuk menyelesaikan masalah ini. Hanya dengan tindakan nyata dan komitmen yang kuat, Indonesia dapat keluar dari krisis ini dan menciptakan masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan.


Kegiatan Lainnya

FORSEPSI juga mengadakan berbagai kegiatan tambahan yang inovatif dan partisipatif.

Membangun Bank Sampah yang Kuat: Dari SOP hingga Transparansi Keuangan

Isu pengelolaan sampah di Indonesia seringkali hanya dibicarakan dari sisi teknis: bagaimana memilah, mengangkut, atau mengolah. Namun, satu hal yang sering luput adalah tata kelola kelembagaan. Bank Sampah sebagai ujung tombak gerakan lingkungan berbasis masyarakat justru sangat membutuhkan sistem administrasi yang kuat agar bisa tumbuh berkelanjutan. Hal inilah yang diangkat dalam Pelatihan FORSEPSI Seri #1 pada Senin, 18 Agustus 2025. Kegiatan yang digelar secara daring melalui Zoom ini menghadirkan lebih dari 170 Bank Sampah binaan Pegadaian dari berbagai daerah di Indonesia, dari Kanwil I Medan, Kanwil VI Makassar hingga Kanwil XII Surabaya. Pentingnya SOP bagi Bank Sampah Dalam sesi pertama, peserta diajak memahami urgensi SOP (Standard Operating Procedure).SOP menjadi semacam “mesin penggerak” yang memastikan sistem tetap berjalan meski ketua atau pengurus inti berhalangan hadir. Dengan SOP, pelayanan kepada anggota menjadi konsisten, dan alur kerja dapat dipelajari dengan mudah oleh pengurus baru maupun tamu. Beberapa SOP penting yang disarankan antara lain: SOP penerimaan dan penimbangan sampah, SOP pencatatan dan penyimpanan, SOP penjualan, hingga SOP untuk situasi khusus seperti kunjungan narasumber. SOP tidak perlu rumit, cukup sederhana dan sesuai kebutuhan. Bahkan, flowchart dengan panah-panah bisa dipajang di sekretariat Bank Sampah agar SOP ini semakini mudah dipahami semua pihak. Laporan Keuangan: Transparansi untuk Kepercayaan Topik kedua yang dibahas adalah laporan keuangan. Transparansi di bidang ini adalah kunci kepercayaan dari anggota maupun mitra seperti CSR perusahaan.Laporan keuangan yang rapi tidak hanya menunjukkan posisi kas dan saldo tabungan anggota, tetapi juga menjadi bukti pertanggungjawaban yang sah kepada mitra pembina. Format laporan sebenarnya tidak harus rumit. Bisa dimulai dari pencatatan sederhana: pemasukan, pengeluaran, dan saldo. Bahkan, sebuah buku tulis atau Excel sederhana sudah cukup asalkan konsisten. Contoh praktik baik datang dari beberapa Bank Sampah yang rutin menempelkan laporan bulanan di papan informasi, sehingga bisa diakses semua anggota. Menuju Bank Sampah yang Berdaya Pelatihan ini menegaskan satu hal penting: Bank Sampah yang tertib administrasi adalah sebuah kebutuhan, bagi internal pengurus maupun pihak eksternal masyarakat. Bank Sampah akan menjadi lebih dipercaya, lebih mudah mendapat dukungan, dan lebih mampu bertahan jangka panjang. Dengan sistem yang kuat, Bank Sampah tidak akan bergantung pada satu atau dua orang saja, melainkan berjalan sebagai lembaga yang mandiri. Ketua Umum FORSEPSI dalam penutupannya menekankan bahwa SOP dan laporan keuangan adalah pondasi pertumbuhan Bank Sampah. Sebagai tindak lanjut, FORSEPSI akan menyediakan format/template laporan keuangan bagi anggotanya agar latihan ini bisa langsung dipraktikkan. Pegadaian: Lingkungan dan Literasi Keuangan Yang menarik, kegiatan ini tidak hanya memperkuat kelembagaan Bank Sampah, tetapi juga menjadi bagian dari kampanye literasi keuangan Pegadaian. Dengan konsep tabungan emas yang diperkenalkan, masyarakat diajak untuk memahami bahwa hasil pengelolaan sampah bisa ditransformasikan menjadi tabungan yang bermanfaat bagi masa depan. Kombinasi antara ekonomi sirkular dan literasi keuangan inilah yang membuat program ini berbeda. Sampah bukan lagi sekadar masalah, melainkan pintu masuk menuju masyarakat yang lebih mandiri, transparan, dan berdaya (KP).

Pemkot Makassar dan Pegadaian Perkuat Konsolidasi Bank Sampah Menuju Zero Waste 2029

Upaya mewujudkan Makassar sebagai kota yang bersih dan berkelanjutan terus digalakkan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar. Salah satu strategi yang ditempuh adalah memperkuat kolaborasi dengan PT Pegadaian melalui konsolidasi bank sampah dari berbagai daerah di Sulawesi Selatan. Kegiatan konsolidasi ini berlangsung di Kantor Pegadaian Wilayah IV Makassar, Jalan Pelita, pada Minggu (13/7/2025). Forum tersebut menghadirkan perwakilan bank sampah dari sejumlah daerah, mulai dari Makassar, Gowa, Pinrang, hingga Bulukumba, dengan tujuan menyatukan langkah dan strategi pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Makassar, Helmy Budiman, menekankan bahwa kerja sama dengan Pegadaian bukan sekadar soal teknis pengelolaan sampah, tetapi juga tentang membangun kesadaran masyarakat mengenai nilai ekonomi yang terkandung di baliknya. Ia optimistis, melalui sinergi semacam ini, target Zero Waste 2029 dapat dicapai secara bertahap dan terukur. “Berbagai inovasi sudah mulai kita jalankan. Contohnya penggunaan enzim pengurai di Hotel Merkur, maupun program penukaran sampah menjadi tabungan emas yang diinisiasi Pegadaian. Inilah bukti bahwa sampah dapat diberi nilai baru sekaligus membuka peluang ekonomi,” ujar Helmy. Menurutnya, langkah-langkah inovatif tersebut diharapkan dapat menginspirasi masyarakat untuk lebih disiplin memilah sampah sejak dari rumah. Pemkot Makassar pun berkomitmen untuk memperluas edukasi serta memperkuat kerja sama lintas pihak agar pengelolaan sampah menjadi budaya bersama, bukan sekadar program sesaat. Konsolidasi kali ini juga membahas pelatihan, penguatan kelembagaan bank sampah, hingga pemberian insentif yang dapat mempercepat terwujudnya lingkungan kota yang bersih dan berkelanjutan. Deputy Operasional Kanwil IV Pegadaian Makassar, Jainuddin, menambahkan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari evaluasi atas program pembinaan bank sampah yang sudah berjalan sejak 2018. Menurutnya, forum konsolidasi sangat penting sebagai ruang untuk mengevaluasi tantangan, berbagi pengalaman, dan menyusun strategi baru. “Sejak 2018, Pegadaian telah aktif membina bank-bank sampah di berbagai wilayah. Kami tidak hanya memberikan edukasi, tetapi juga mendukung operasional dengan sarana dan prasarana. Salah satu program unggulan yang terus kami dorong adalah penukaran sampah menjadi tabungan emas,” jelasnya. Jainuddin menyebutkan, saat ini sudah ada 30 bank sampah binaan Pegadaian di Kota Makassar. Keberadaan program tabungan emas dari sampah tersebut terbukti memberi motivasi baru bagi masyarakat untuk lebih serius mengelola sampah rumah tangga. “Dengan sinergi ini, target kita jelas: mengolah sampah, menabung emas, sekaligus mendorong terwujudnya Zero Waste di Makassar,” tutup Jainuddin.

Konsolidasi Bank Sampah Binaan Bukti Nyata Komitmen Kanwil II Pekanbaru

PT Pegadaian Kantor Wilayah (Kanwil) II Pekanbaru kembali menunjukkan komitmennya terhadap kelestarian lingkungan dengan menggelar Konsolidasi Nasional Bank Sampah Binaan. Acara ini melibatkan para penggerak bank sampah dari tiga provinsi, yakni Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan Riau, serta dilaksanakan di Hotel Aston In Gideon, Batam, pada Senin (4/8/2025). Kegiatan ini menjadi langkah penting untuk memperkuat tata kelola sampah berbasis masyarakat, sekaligus mendorong terwujudnya ekonomi sirkular. Melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL), konsolidasi ini dirancang tidak hanya sebagai forum pertemuan, tetapi juga sebagai ruang berbagi pengalaman, menyatukan visi, dan merumuskan strategi kolaboratif dalam menghadapi tantangan pengelolaan sampah lintas daerah. Pemimpin Wilayah Pegadaian Kanwil II Pekanbaru, Eko Supriyanto, menjelaskan bahwa hingga saat ini Pegadaian telah membina 425 bank sampah yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Melalui program unggulan #SampahJadiEmas, masyarakat didorong untuk menukarkan sampah yang sudah dipilah menjadi tabungan emas. Dari gerakan ini, tercatat sebanyak 9 kilogram emas telah berhasil terkumpul. “Ini adalah bukti nyata bahwa kepedulian terhadap lingkungan dapat berjalan beriringan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sampah yang tadinya dianggap tidak bernilai, ternyata bisa diubah menjadi tabungan investasi yang bermanfaat,” ujar Eko. Kegiatan konsolidasi turut dihadiri Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam, Drs. Taufik, AP, yang menyampaikan apresiasi atas kontribusi Pegadaian. Menurutnya, Pegadaian telah berperan besar bukan hanya dalam mengedukasi masyarakat, tetapi juga memberi dorongan nyata berupa pemberdayaan dan insentif yang mendorong partisipasi aktif warga. Ketua Umum Forum Sahabat Emas Peduli Sampah Indonesia (Forsepsi), Mina Dewi Sukmawati, juga menegaskan bahwa peran komunitas menjadi kunci keberhasilan gerakan ini. Ia menilai dukungan Pegadaian tidak sebatas pada pembinaan finansial, melainkan juga pada penguatan ekosistem, termasuk memperkokoh posisi Forsepsi sebagai wadah bagi pegiat bank sampah di seluruh Indonesia. “Pegadaian bukan hanya memberikan sarana, tetapi juga ruang agar suara komunitas bank sampah lebih terdengar dan berdaya. Inilah yang membuat gerakan lingkungan ini semakin inklusif dan berkelanjutan,” jelas Mina. Rangkaian konsolidasi mencakup diskusi tematik, pemetaan tantangan antarwilayah, pemaparan kisah sukses bank sampah binaan, hingga penyusunan langkah aksi kolektif untuk memperkuat jejaring pengelolaan sampah. Melalui inisiatif ini, Pegadaian menegaskan perannya sebagai agen perubahan sosial dan lingkungan. Program konsolidasi diharapkan mampu memberikan dampak yang lebih luas, menciptakan ekosistem pengelolaan sampah yang kokoh, serta mewujudkan masa depan masyarakat yang lebih bersih, hijau, dan sejahtera.